BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pendengaran
adalah kemampuan untuk mengenali suara. Manusia dapat mendengar
dari 20 Hz
sampai 20.000 Hz. Bila dipaksa mendengar frekuensi yang terlalu tinggi terus
menerus, sistem pendengaran dapat menjadi rusak. Hilangnya
pendengaran atau ketulian tidak hanya terjadi pada orang lanjut usia, tapi bisa
dialami manusia dari segala usia. (Evelyn,
2002)
Lebih 90 persen anak-anak yang tuli
lahir dari orangtua dengan pendengaran normal. Sekitar 30 hingga 40 persen
orang-orang berusia di atas 65 menderita beberapa tipe gangguan pendengaran.
Sekitar 14 persen dari mereka yang berusia 45 hingga 64 menderita beberapa tipe
gangguan pendengaran. Sekitar 15 persen anak-anak usia enam hingga 19 mengalami
hilangnya pendengaran yang bisa diukur, paling tidak di salah satu telinga. (WHO)
Hilangnya pendengaran terjadi pada lima dari
1.000 bayi baru lahir. Paparan kebisingan kereta api bawah tanah (subway), 15
menit saja sehari namun berkelanjutan, bisa menyebabkan gangguan pendengaran
permanen. Alat bantu dengar menawarkan perbaikan dramatis pada sebagian besar
orang dengan gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran ringan bisa menyebabkan
anak ketinggalan 50 persen diskusi di kelas. Mendengarkan MP3 player dengan
volume tinggi bisa menyebabkan gangguan pendengaran permanen seiring waktu.
Dengan deteksi dini dan pelayanan tepat, anak-anak yang tuli bisa megembangkan
keterampilan berkomunikasi dengan kecepatan yang sama seperti teman mereka
dengan pendengaran normal. Kebisingan merupakan salah satu penyebab utama
hilangnya pendengaran. Tinnitus (bunyi dering di telinga) menyerang 50 juta
orang di Amerika Serikat. Tes pendengaran sebaiknya dilakukan sejak bayi.
Orang-orang dengan gangguan pendengaran rata-rata menunggu tujuh tahun sebelum
mencari bantuan. Hanya 16 persen dokter yang secara rutin memeriksa hilangnya
pendengaran. Satu dari tiga orang yang berusia di atas 65 mengalami beberapa
tingkat gangguan pendengaran.
Kebisingan merupakan salah satu penyebab utama
hilangnya pendengaran. Gangguan yang dulunya dikaitkan dengan penuaan ini kini
mengalami pergeseran. Data statistik kesehatan Amerika menunjukkan adanya tren
bahwa kejadian hilangnya pendengaran terjadi pada usia yang lebih muda.
Pergesaran ini dipengaruhi oleh peningkatan kebisingan.
B. Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan Umum
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah MB IV dan agar penulis dan pembaca
dapat memahami lebib dalam mengenai gangguan pendengaran.
2.
Tujuan Khusus
1)
Menjelaskan
mengenai pengertian gangguan pendengaran
2)
Menjelaskan
mengenai etiologi gangguan pendengaran
3)
Menjelaskan
mengenai tanda dan gejala gangguan pendengaran
4)
Menjelaskan
mengenai klasifikasi gangguan pendengaran
5)
Menjelaskan
mengenai penatalaksanaan gangguan pendengaran
6)
Menjelaskan
mengenai asuhan keperawatan gangguan pendengaran
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Konsep
Teori
1.
Pengertian Gangguan Pendengaran
Gangguan Pendengaran adalah penurunan fungsi
pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. (Cooper
Robert, 1996)
Gangguan
pendengaran disebabkan oleh rusaknya salah satu atau beberapa bagian dari
telinga luar, tengah atau dalam.
2.
Etiologi Gangguan Pendengaran
Penurunan fungsi pendengaran bisa
disebabkan oleh:
1)
Suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam
telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi
pendengaran konduktif)
2)
Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur
saraf pendengaran di otak (penurunan fungsi pendengaran sensorineural).
3)
Mengkorek kuping pada lubang telinga
4)
Benda asing yang mendekam didalam lubang telinga
5)
Luka pada kepala
6)
Alergi
7)
Gendang telinga yang tertusuk
8)
Infeksi telinga
9)
Reaksi terhadap obat-obatan
10)
Trauma
· Trauma gendang telinga (berlubang)
· Patah Tengkorak (temporal bone)
· Akustik trauma
Disebabkan oleh ledakan, petasan,
tembakan, konser rock dan telepon telinga (earphone). Dapat disebabkan oleh suara tinggi
(besar) dan secara tiba-tiba atau secara perlahan-lahan, kebisingan dan tinnitu
3. Tanda dan Gejala Gangguan Pendengaran
Penderita penurunan fungsi
pendengaran bisa mengalami beberapa atau seluruh gejala berikut:
1) Kesulitan dalam mendengarkan
percakapan, terutama jika di sekelilingnya berisik
2) Terdengar gemuruh atau suara
berdenging di telinga (tinnitus)
3) Tidak dapat mendengarkan suara
televisi atau radio dengan volume yang normal
4) Kelelahan dan iritasi karena
penderita berusaha keras untuk bisa mendengar
5) Pusing atau gangguan keseimbangan.
6) Meminta lawan bicara untuk mengulang
percakapan
7) Merasa
mendengar lebih baik di salah satu telinga
8) Sulit mendengar percakapan melalui telepon
4.
Klasifikasi gangguan pendengaran:
1)
Gangguan pendengaran sensorineural
Gangguan pendengaran sensorineural
disebabkan oleh hilangnya atau rusaknya sel saraf (sel rambut) dalam rumah
siput dan biasanya bersifat permanen. Gangguan pendengaran sensorineural, yang
disebut juga “tuli saraf”, dapat ringan, menengah, berat atau parah.
Gangguan pendengaran ringan hingga berat sering dapat diatasi dengan alat bantu dengar atau implan telinga tengah. Sedangkan implan rumah siput seringkali merupakan solusi atas gangguan pendengaran berat atau parah.
Gangguan pendengaran ringan hingga berat sering dapat diatasi dengan alat bantu dengar atau implan telinga tengah. Sedangkan implan rumah siput seringkali merupakan solusi atas gangguan pendengaran berat atau parah.
Sebagian orang menderita gangguan pendengaran sensorineural hanya pada frekuensi tinggi, juga dikenal dengan sebutan tuli sebagian. Dalam hal ini, yang rusak hanya sel rambut pada ujung rumah siput. Pada bagian dalam rumah siput, apeks, sel rambut yang berfungsi untuk memproses nada rendah masih utuh. Stimulasi akustik dan elektrik gabungan, atau EAS, telah dikembangkan khusus untuk menangani kejadian seperti ini.
2)
Gangguan
pendengaran konduktif
Setiap masalah di telinga luar atau
tengah yang mencegah terhantarnya bunyi dengan tepat dinamakan gangguan
pendengaran konduktif. Gangguan pendengaran konduktif biasanya pada tingkat
ringan atau menengah, pada rentang 25 hingga 65 desibel.
Dalam beberapa kejadian, gangguan pendengaran konduktif bersifat sementara. Pengobatan atau bedah dapat membantu tergantung pada penyebab khusus masalah pendengaran tersebut. Gangguan pendengaran konduktif juga dapat diatasi dengan alat bantu dengar atau implan telinga tengah.
Dalam beberapa kejadian, gangguan pendengaran konduktif bersifat sementara. Pengobatan atau bedah dapat membantu tergantung pada penyebab khusus masalah pendengaran tersebut. Gangguan pendengaran konduktif juga dapat diatasi dengan alat bantu dengar atau implan telinga tengah.
3)
Gangguan
pendengaran campuran
Merupakan gabungan gangguan pendengaran
sensorineural dan konduktif. Gangguan ini disebabkan oleh masalah baik pada telinga dalam
maupun telinga luar atau telinga tengah. Penanganan mencakup pengobatan,
bedah, alat bantu dengar atau implan pendengaran telinga tengah .
4)
Gangguan pendengaran saraf
Masalah yang disebabkan oleh
tidak adanya atau rusaknya saraf pendengaran dapat mengakibatkan
gangguan pendengaran saraf. Gangguan pendengaran saraf biasanya
parah dan permanen.
Alat bantu dengar dan implan rumah siput tidak dapat mengatasi hal ini karena saraf tidak dapat meneruskan informasi bunyi ke otak.
Dalam banyak kejadian, Implan Batang Otak Auditory (ABI) dapat menjadi pilihan pengobatan.
Alat bantu dengar dan implan rumah siput tidak dapat mengatasi hal ini karena saraf tidak dapat meneruskan informasi bunyi ke otak.
Dalam banyak kejadian, Implan Batang Otak Auditory (ABI) dapat menjadi pilihan pengobatan.
5. Pemeriksaan
1)
Pemeriksaan Dengan Garputala
Pada dewasa, pendengaran melalui
hantaran udara dinilai dengan menempatkan garputala yang telah digetarkan di
dekat telinga sehingga suara harus melewati udara agar sampai ke telinga.
Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak.
Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak.
Pada dewasa, pendengaran melalui
hantaran tulang dinilai dengan menempatkan ujung pegangan garputala yang telah
digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di belakang
telinga).
Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam. Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf pendengaran.
Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam. Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf pendengaran.
Pemeriksaan ini hanya menilai
telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf pendengaran di otak.
Jika pendengaran melalui hantaran
udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran tulang normal, dikatakan
terjadi tuli konduktif.
Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural.
Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural.
Kadang pada seorang penderita, tuli
konduktif dan sensorineural terjadi secara bersamaan.
2)
Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan
fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik
(audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan volume
tertentu.
Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.
Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.
Telinga kiri dan telinga kanan
diperiksa secara terpisah.
Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
3)
Audimetri Ambang Bicara
Audiometri ambang bicara mengukur
seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa dimengerti. Kepada penderita
diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang memiliki aksentuasi
yang sama, pada volume tertentu. Dilakukan perekaman terhadap volume dimana
penderita dapat mengulang separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.
4)
Diskriminasi
Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama.
Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama.
Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama.
Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama.
Pada tuli konduktif, nilai
diskriminasi (persentasi kata-kata yang diulang dengan benar) biasanya berada
dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada di bawah
normal. Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal.
5)
Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi
(tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan untuk
membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif.
Prosedur in tidak memerlukan
partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan pada anak-anak.
Timpanometer terdiri dari sebuah
mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan
dipasang di saluran telinga.
Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah
dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di
saluran telinga.
Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah
masalahnya berupa:
1)
penyumbatan tuba eustakius (saluran yang
menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian belakang)
2)
cairan di dalam telinga tengah
Kelainan pada rantai ketiga tulang
pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga tengah.Timpanometri juga bisa
menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yang melekat
pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di telinga tengah).
Dalam keadaan normal, otot ini
memberikan respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh (refleks akustik)
sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah.
Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan
berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak
dapat tetap berkontraksi selama telinga menerima suara yang gaduh. Selanjutnya.
No comments:
Post a Comment