Mohon maaf jika anda di alihkan ke adf.ly mohon klik SKIP AD

Sunday, May 5, 2013

jenis penyakit kuliat

Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang umum, terjadi pada orang orang dari segala usia. Gangguan pada kulit sering terjadi karena ada faktor peyebabnya, Antara lain yaitu iklim, lingkungan, tempat tinggal, kebiasaan hidup kurang sehat, alergi dan lain lain. Berikut ini adalah beberapa jenis penyakit kulit yang dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari semoga bisa menambah pengetahuan anda dan dapat membantu anda agar terhindar dari penyakit kulit.

2. Bisul/furunkel
3. Campak/rubella
4. kudis/scabies
5. jerawat
6. lupus
7. Melanoma
8. Impetigo
9. psoriasis
10. herpes
11. human pappiloma virus
12. Hipertrikosis
13. morgellons disease
14. tungiasis
15. dermatograpia
16. harlequin ichthyiosis
17. argyria
18. cacar
19. panu
20. kurap

Dermatitis seboroik

Penyakit dermatitis memiliki gejala utama yang dirasakan penderita adalah pada kulit terasa gatal yang berlebihan. Hal ini pun diikuti oleh kulit yang mulai memerah, pecah-pecah dan bersisik serta gelembung-gelembung kecil timbul dan mengandung air atau nanah. Yang paling sering terkena penyakit dermatitis adalah tangan, telinga, kaki dan lipatan paha.

Penyakit dermatitis lebih sering disebabkan oleh alergi terhadap rangsangan zat kimia tertentu yang bisa ditemukan di detergen, obat-obatan, kosmetik dan sabun serta kepekaan terhadap makanan tertentu seperi ikan laut, udang, vetsin dan telur. Kemudian bisa juga berasal dari serbuk sari tanaman, rangsangan iklim, debu dan gangguan emosi.

Ada beberapa jenis dermatitis diantaranya : 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%,eczema numular 0,17%, dan dermatitis seboroik pada pembahasan kali ini saya akan coba berbagi tentang dermatitis Dermatitis Seboroik

Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang–kurangnya 50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan juga dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis seboroik sama dengan ketombe. DS adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang biasanya mudah ditemukan pada tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak paling sering pada usia di bawah 6 bulan maupun dewasa. DS dikaitkan dengan peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan folikel sebasea terutama pada daerah wajah dan badan. Prevalensi dermatitis seboroik sebanyak 1% - 5% populasi. Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Penyakit ini dapat mengenai bayi sampai dengan orang dewasa. Pada bayi terjadi pada usia 3 bulan, sedangkan pada dewasa sering terjadi pada usia 30-60 tahun. Berdasarkan letak kelainan kulit DS dibagi menjadi tiga area yaitu: kepala, wajah dan badan. Dermatitis seboroik pada kepala dapat terjadi pada dewasa maupun bayi. Pada dewasa DS yang sering muncul berupa ketombe atau pitiriasis sika dan pitiriasis steatoides.Pitiriasis Sika merupakan bentuk dermatitis seboroik paling ringan. Keluhan berupa gatal di kulit kepala disertai dengan munculnya kerak/skuama putih yang menempel di kulit kepala.Pitriasis Oleosa (Pityriasis steatoides) merupakan DS pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuning-kuningan sehingga rambut saling melengket; kadang-kadang dijumpai krusta.. Kondisi ini dapat menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi alopesia. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga. Bila meluas, lesi dapat sampai ke dahi, disebut Korona seboroik.

Penyebab Dermatitis Seboroik
Flora Normal Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan faktor penyebab. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut yang juga merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat penyakit.
Penelitian–penelitian melaporkan adanya suatu flora normal kulit yaitu lipofilik, pleomorfik, Malasssezia ovalis (Pityrosporum ovale), pada beberapa pasien dengan lesi pada kulit kepala. P. ovale dapat didapatkan pada kulit kepala yang normal. Ragi dari genus ini menonjol dan dapat ditemukan pada daerah seboroik pada tubuh yang kaya akan lipid sebasea, misalnya kepala dan punggung. Pertumbuhan P. ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena sel flora normal itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit Tdan sel Langerhans. Hubungan yang erat terlihat karena kemampuan untuk mengisolasi Malassezia pada pasien dengan DS dan terapinya yang berefek bagus dengan pemberian anti jamur.
Bagaimanapun, beberapa faktor (misalnya tingkat hormon, infeksi jamur, defisit nutrisi, dan faktor neurogenik) berhubungan dengan keadaan ini. Adanya masalah hormonal mungkin dapat menjelaskan mengapa keadaan ini muncul pada bayi, hilang secara spontan, dan muncul kembali setelah puberitas. Pada bayi dijumpai hormon transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun. Juga didapati bahwa perbandingan komposisi lipid di kulit berubah. Jumlah kolesterol, trigliserida, parafin meningkat dan kadar sequelen, asam lemak bebas dan wax ester menurun. Keadaan ini diperparah dengan peningkatan keringat. Stres emosional memberikan pengaruh yang jelek pada masa pengobatan. Obat–obat neuroleptik seperti haloperidol dapat mencetuskan dermatitis seboroik serta faktor iklim. Lesi seperti DS dapat nampak pada pasien defesiensi nutrisi, contohnya defesiensi besi, defesiensi niasin, dan pada penyakit Parkinson. DS juga terjadi pada defesiensi pyridoxine

Gejala Klinis Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik adalah suatu penyakit dengan gambaran berbagai variasi klinis. Secara garis besar gejala klinis DS bisa terjadi pada bayi dan orang dewasa. Pada bayi ada 3 bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan tengkuk) dan generalisata (penyakit Leiner) yang terbagi menjadi familial dan non-familial. Sedangkan pada orang dewasa, berdasarkan daerah lesinya DS terjadi pada kulit kepala (pitiriasis sika daninflamasi), wajah (blefaritis marginal, konjungtivitis, pada daerah lipatan nasolabial, area jenggot, dahi, alis), daerah fleksura (aksilla, infra mamma, umbilicus, intergluteal, paha), badan (petaloid, pitiriasiform) dan generalisata (eritroderma, eritroderma eksoliatif). Distribusinya biasanya bilateral dan simetris berupa bercak ataupun plakat dengan batas yang tidak jelas, eritema ringan dan sedang, skuama berminyak dan kekuningan
Selama bayi, ada tiga bentuk khas yang terjadi, yaitu : Secara klinis, cradle cap muncul pada minggu ketiga sampai minggu keempat dua gambarannya berupa eritema dengan skuama seperti lilin pada kulit kepala. Bagian frontal dan parietal berminyak dan sering menjadi krusta yang menebal tanpa eritema. Skuama dengan mudah dapat dihilangkan dengan sering menggunakan sampo yang mengandung sulfur, asam salisil, atau keduanya (misalnya sampo Sebulex atau sampo T-gel).Dermatitis seboroik pada bayi dapat meluas ke wajah, badan, diaper area dan daerah fleksura.
Yang jarang adalah bentuk generalisata yang dikenal dengan nama penyakit Leiner atau eritroderma desquativum. Penyakit ini ada dua bentuk, familial dan non-familial. 7,8, 17 Dermatitis seboroik pada orang dewasa juga memberikan gambaran yang berminyak dengan eritema, krusta, dan skuama, dan meliputi kulit kepala, wajah, aurikularis, daerah fleksura, dan badan. Pada kulit kepala, merupakan tempat tersering dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuningan sehingga rambut saling lengket dan kadang–kadang dijumpai krusta (Pityriasis steatoides), dandruff/ Pitiriasis sika (skuama kering dan berlapis–lapis dan sering lepas sendiri) adalah manifestasi awal DS pada umumnya. Diawali dengan noda kecil dan secara cepat menyerang kulit kepala. Tahap berikutnya eritema perifolikuler dan skuama yang meluas menjadi bercak yang berbatas tegas dan diskret atau meliputi sebagian besar kulit kepala dan di luar batas tumbuh rambut pada bagian frontal kepala (disebut korona seboroik). Jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi alopesia dan rasa gatal.

Pada daerah wajah, skuama berlapis dapat dilihat bercak skuama yang kuning. Kelopak mata eritema dan granular (blefaritis marginal) yang sering dijumpai pada wanita dan kadang–kadang injeksi konjungtiva. Kelopak mata daerah kekuningan, skuama halus, batasnya tidak jelas, dan kadang–kadang disertai rasa gatal. Jika menyerang glabella, terdapat kulit yang pecah dan bagian tengahnya mengerut disertai skuama halus dengan dasar yang eritema. Pada lipatan nasolabial dan alae nasi terdapat skuama kekuningan dan kadang–kadang disertai fissure. Pada laki–laki, folikulitis dapat terjadi pada kelopak mata bagian atas. Hal ini sering dijumpai pada laki–laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya. Seboroik muka di daerah jenggot disebut sikosis barbe.

Pada daerah badan yang mengenai daerah preseternal, interskapula, ketiak, inframamma, umbilicus, krural (lipatan paha, perineum, dan nates) beberapa bentuk DS dapat terjadi, yang paling sering adalah bentuk petaloid dan sering terlihat pada dada bagian depan dan daerah interskapular. Lesi awal kecil, papul folikular yang berwarna merah kecoklatan ditutupi dengan skuama yang berminyak, tapi lesi yang lebih sering adalah papul folikular dan bercak multipel dengan skuama halus di tengah dan skuama berminyak serta papul merah gelap di bagian pinggir. Pada badan, bentuk lainnya adalah pitiriasiform yang terdiri daripapulosquamous oval, disertai pitiriasis rosea. Bentuk yang terakhir adalah generalisata, yaitu eritroderma dan eritroderma eksfoliatif

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi tergantung dari stadium penyakit. Pada bagian epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang mengandung netrofil pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS kronik, terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang telah disebutkan di atas yang hamper sama dengan gambaran psoriasis

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Pada berbagai gejala dari gambaran klinis yang ditemukan pada dermatitis seboroik juga dapat dijumpai pada dermatitis atopik atau psoriasis, sehingga diagnosis sangat sulit untuk ditegakkan oleh karena baik gambaran klinis maupun gambaran histologi dapat serupa. Oleh sebab itu, perlu ketelitian untuk membedakan DS dengan penyakit lain sebagai diferensial diagnosis. Psoriasis misalnya yang juga dapat ditemukan pada kulit kepala, kadang disamakan dengan DS, yang membedakan ialah adanya plak yang mengalami penebalan pada liken simpleks

Kesimpulan
Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczemamerupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah presternal dadaFlora Normal Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan faktor penyebab. Penelitian–penelitian melaporkan adanya suatu flora normal kult yaitu lipofilik, pleomorfik, Malasssezia ovalis (Pityrosporum ovale), pada beberapa pasien dengan lesi pada kulit kepala.

Thursday, April 18, 2013

teknik pengambilan Sampel

Jenis-jenis teknik pengambilan Sampel

1) Teknik sampling secara probabilitas 
Teknik sampling probabilitas atau random sampling merupakan teknik sampling yang dilakukan dengan memberikan peluang atau kesempatan kepada seluruh anggota populasi untuk menjadi sampel. Dengan demikian sampel yang diperoleh diharapkan merupakan sampel yang representatif.

Teknik sampling semacam ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.

a) Teknik sampling secara rambang sederhana atau random sampling. Cara paling populer yang dipakai dalam proses penarikan sampel rambang sederhana adalah dengan undian.

b) Teknik sampling secara sistematis (systematic sampling). Prosedur ini berupa penarikan sample dengan cara mengambil setiap kasus (nomor urut) yang kesekian dari daftar populasi.

c) Teknik sampling secara rambang proporsional (proporsional random sampling). Jika populasi terdiri dari subpopulasi-subpopulasi maka sample penelitian diambil dari setiap subpopulasi. Adapun cara peng-ambilannya dapat dilakukan secara undian maupun sistematis.

d) Teknik sampling secara rambang bertingkat. Bila subpoplulasi-subpopulasi sifatnya bertingkat, cara pengambilan sampel sama seperti pada teknik sampling secara proportional.

e) Teknik sampling secara kluster (cluster sampling) Ada kalanya peneliti tidak tahu persis karakteristik populasi yang ingin dijadikan subjek penelitian karena populasi tersebar di wilayah yang amat luas. Untuk itu peneliti hanya dapat menentukan sampel wilayah, berupa kelompok klaster yang ditentukan secara bertahap. Teknik pengambilan sample semacam ini disebut cluster sampling atau multi-stage sampling.


2) Teknik sampling secara nonprobabilitas.

Teknik sampling nonprobabilitas adalah teknik pengambilan sample yang ditemukan atau ditentukan sendiri oleh peneliti atau menurut pertimbangan pakar. Beberapa jenis atau cara penarikan sampel secara nonprobabilitas adalah sebagai berikut.

a) Purposive sampling atau judgmental sampling Penarikan sampel secara purposif merupakan cara penarikan sample yang dilakukan memiih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang dietapkan peneliti. 

b) Snow-ball sampling (penarikan sample secara bola salju).

Penarikan sample pola ini dilakukan dengan menentukan sample pertama. Sampel berikutnya ditentukan berdasarkan informasi dari sample pertama, sample ketiga ditentukan berdasarkan informasi dari sample kedua, dan seterusnya sehingga jumlah sample semakin besar, seolah-olah terjadi efek bola salju. 

c) Quota sampling (penarikan sample secara jatah). Teknik sampling ini dilakukan dengan atas dasar jumlah atau jatah yang telah ditentukan. Biasanya yang dijadikan sample penelitian adalah subjek yang mudah ditemui sehingga memudahkan pula proses pengumpulan data.

d) Accidental sampling atau convenience sampling Dalam penelitian bisa saja terjadi diperolehnya sampel yang tidak direncanakan terlebih dahulu, melainkan secara kebetulan, yaitu unit atau subjek tersedia bagi peneliti saat pengumpulan data dilakukan. Proses diperolehnya sampel semacam ini disebut sebagai penarikan sampel secara kebetulan.

4. Penentuan Jumlah Sampel 

Bila jumlah populasi dipandang terlalu besar, dengan maksud meng-hemat waktu, biaya, dan tenaga, penelitili tidak meneliti seluruh anggota populasi. Bila peneliti bermaksud meneliti sebagian dari populasi saja (sampel), pertanyaan yang selalu muncul adalah berapa jumlah sampel yang memenuhi syarat. Ada hukum statistika dalam menentukan jumlah sampel, yaitu semakin besar jumlah sampel semakin menggambarkan keadaan populasi (Sukardi, 2004 : 55).

Selain berdasarkan ketentuan di atas perlu pula penentuan jumlah sampel dikaji dari karakteristik populasi. Bila populasi bersifat homogen maka tidak dituntut sampel yang jumlahnya besar. Misalnya saja dalam pemeriksaan golongan darah. Walaupun pemakaian jumlah sampel yang besar sangat dianjurkan, dengan pertimbangan adanya berbagai keterbatasan pada peneliti, sehingga peneliti berusaha mengambil sampel minimal dengan syarat dan aturan statistika tetap terpenuhi sebagaimana dianjurkan oleh Isaac dan Michael (Sukardi, 2004 : 55). Dengan menggunakan rumus tertentu (lihat Sukardi, 2004 : 55-56), Isaac dan Michael memberikan hasil akhir jumlah sampel terhadap jumlah populasi antara 10 – 100.000..

Sunday, April 14, 2013

Daftar Pustaka


Daftar Pustaka

Alsagaf Hood, dkk. (2010) Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Airlangga universityperss.

Arikunto, Suharsimi. (2010) Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta

Basyir. (2005). Perilaku Merokok Pada Remaja. Jakarta: Rineka Cipta.

Bhera. D (2005) Bronchial asma. Second edition, Replika perss Pvt. Ltd

Chrisdiono, M, Achadiat.(2007). Dinamika Etika & Hukum Kedokteran dalam Tantangan Jaman. Jakarta : EGC.

Caristananda, Nita (2012). Hubungan antara perubahan cuaca dengan kekambuhan asthma bronchial pada usia dewasa di rumah sakir ibnusina Ujung Batu. [skripsi]

Depkes R.I (2009) Pedoman pengendalian penyakit asma.

Elek Media, (2007) Siasat menangkal dan pencetus sumber penyakit di rumah anda. Penerbit Media komputindo. Jakarta

Gershwin, M Eric dkk. (2006) Bronchial Asthma, A guide for practical understanding and treatmet . Edisi V

GINA (Global Initiative for Asthma, 2006); Pocket Guide for Asthma Management and Prevension In Children . www.Ginaasthma.org.

Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma . Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

Hendrik. (2011). Etika & Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC.

Karjadi  T,    Djauzi  S. (2006)  Dasar- Dasar  Penyakit  Akibat  Kerja Buku  Ajar  Ilmu  Penyakit  Dalam  Jilid  I  edisi  IV.Balai  Penerbit  FKUI Jakarta.

Kusbiantoro H., 2005. Hubungan polusi udara dan perubahan cuaca dengan kejadian serangan asma. Jakarta: FKUI.

MartinL. Occupational Asthma (2013)  http://www.lakesidepress.com/pulmonary /occupational Asthma.htm.  Diunduh 21 januari 2013.

Maryono, 2010. Hubungan antara faktor lingkungan dengan kekambuhan asma pada klien rawat jalan di Poliklinik Paru Instalasi Rawat Jalan RSUD dr. Moewardi Surakarta. [Skripsi]. Surakarta: UMS.

M. Sopiyudin, Dahlan. (2010). Besar Sempel dan Cara Pengambilan Sempel dalam Penelitian dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika

National Astma Council Australia. (2010). Air pollution. http://www.nationalasthma.org.au/ diunduh : 26 Februari 2032.

Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:  Rineka Cipta

Nursalam. (2008). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Ramaiah, Savitri. 2006. Asma Mengetahui Penyebab Gejala dan Cara Penanggulangannya. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer

Rengganis. Iris (2008) Diagnosis dan tatalaksana asma Bronchial. Maj, Kedokteran Indonesia.

Setiadi. (2007). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Slamet H. dkk (2010) Buku ajar ilmu penyakit paru. Surabaya : departemen ilmu penyakit paru FK Unair- RSUD Dr Soetomo.

Sumartiningsih, S, M, dkk. (2007). Belajar Mudah SPSS untuk Penelitian Kesehatan. Jakarta : Dewa Ruchi.

Susanto. (2010). Analisis Data Kesehatan. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Sundaru H, Sukamto. (2006)  Asma Bronkial , Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakulas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2006. Asma: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Purnomo. 2008. Faktor-faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian asma (Studi kasus di RS Kabupaten Kudus). [Thesis], Semarang: UNDIP.

Qomariah A., 2009. Pengaruh faktor lingkungan terhadap penyakit Asma di Indonesia. Jur. Peny Tdk Mlr Indo.
Wibisono jusuf, dkk (2010) buku ajar ilmu penyakit paru. Penerbit  Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

World Health Organization. Facts about Asthma (2010). Available.from  http://www.who.int/mediacentre / factsheets / fs307 / en/index.html Diunduh pada 20 Januari 2013

Thursday, April 11, 2013

Penelitian kualitatif dan kuantitatif

Penelitian kualitatif dan kuantitatif adalah dua pendekatan penelitian yang umum digunakan peneliti. Kedua pendekatan ini memiliki ciri khas masing-masing. Ciri tersebut meliputi metode penelitian, jenis dan sumber data, serta teknik analisa data. Tulisan ini hendak memaparkan hal-hal umum yang ada dalam konteks dua pendekatan penelitian ini.

Pendekatan Penelitian
Guna menjawab perumusan masalah penelitian yang sudah ditetapkan, peneliti memilih pendekatan penelitian. Pendekatan ini disesuaikan dengan kebutuhan pencarian jawaban atas pertanyaan penelitian (perumusan masalah).

Scott W. Vanderstoep and Deirdre D. Johnston menyatakan, kendati bervariasi, pendekatan penelitian dapat dikelompokkan ke dalam 2 bagian besar : Pendekatan Kualitatif dan Pendekatan Kuantitatif. Penelitian Kuantitatif menekankan pada penilaian numerik atas fenomena yang dipelajari. Pendekatan Kualitatif menekankan pada pembangunan naratif atau deskripsi tekstual atas fenomena yang diteliti. Ringkasan perbedaan kedua pendekatan penelitian ini adalah:


Metode Penelitian
Dalam ilmu sosial, kajian yang mengentara berlingkup pada penelitian perilaku (behavioral research). Sebagai “anak kandung” pendekatan Positivis, kajian behavioral berupaya melakukan kuantifikasi atas apapun, termasuk mengkuantifikasi data-data kualitatif menjadi data-data kuantitatif. Angka dan ketepatan pengukuran menjadi subyek utama dalam studi-studi perilaku.

Mark R. Leary membagi studi perilaku ke dalam 4 kategori besar yaitu : (1) Penelitian Deskriptif; (2) Penelitian Korelasional; (3) Penelitian Eksperimental; dan (4) Penelitian Kuasi-Eksperimental.


1. Penelitian Deskriptif

Penelitian Deskriptif menggambarkan perilaku, pemikiran, atau perasaan suatu kelompok atau individu. Contoh umum dari penelitian deskriptif adalah jajak pendapat, yang menggambarkan sikap suatu kelompok orang. Dalam Penelitian Deskriptif, peneliti kecil upayanya untuk menghubungkan perilaku yang diteliti dengan variabel lainnya ataupun menguji atau menjelaskan penyebab sistematisnya. Seperti namannya, Penelitian Deskriptif hanya mendeskripsikan.

Tujuan Penelitian Deskriptif adalah menggambarkan karakteristik atau perilaku suatu populasi dengan cara yang sistematis dan akurat. Biasanya, Penelitian Deskriptif tidak didesain untuk menguji Hipotesis, tetapi lebih pada upaya menyediakan informasi seputar karakter fisik, sosial, perilaku, ekonomi, atau psikologi dari sekelompok orang.

Jenis Penelitian Deskriptif yang biasa diterapkan adalah : (1) Penelitian Survey, (2) Penelitian Demografis, dan (3) Penelitian Epidemiologis.

2. Penelitian Korelasional
Penelitian Korelasional menyelidiki hubungan antara variabel-variabel psikologi yang beragam. Apakah ada hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Rasa Minder? Apakah orang dewasa yang kecilnya diabaikan berhubungan dengan kenakalan di masa dewasa mereka? Penelitian Korelasional, singkatnya, mempertanyakan apakah ada correlation (hubungan) antara dua variabel.

Kala peneliti berminat dalam pertanyaan variabel-variabel apakah yang berhubungan satu sama lain, mereka melakukan Penelitian Korelasional. Penelitian Korelasional digunakan guna menggambarkan hubungan antara 2 atau lebih variabel-variabel yang muncul secara alamiah.

Dalam Penelitian Korelasional, terdapat Koefisien Korelasi. Koefisien Korelasi adalah suatu statistik yang mengindikasikan derajat mana dua variabel berhubungan satu sama lain dengan cara yang linier. Misalnya, hubungan antara kepribadian anak dengan kepribadian orang tua, konsumsi ganja dengan daya ingat, dan dengar musik rock n’ roll dengan niat merusak. Koefisien Korelasi berkisar dari -1 hingga 1. Jika Koefisien Korelasi berkisar dari > = -1 hingga < 0 maka korelasi negatif. Jika Koefisien Korelasi = 0 maka dianggap tidak ada korelasi. Jika Koefisien Korelasi > 0 dan < = 1 maka korelasi positif. Dalam Penelitian Korelasional juga terdapat Koefisien Determinasi. Koefisien Determinasi diperleh dari pengkuadratan nilai korelasi. Misalnya variabel kepribadian anak berhubungan dengan kepribadian orang tua dengan nilai r = 0.25. Koefisien Determinasi diperoleh dengan mengkalikan 0,25 x 0,25 = 0,0625. Nilai 0,0625 lalu dikalikan % sehingga menjadi 6,25%. Nilai 6,25% memberitahu peneliti bahwa 6,25% varians kepribadian anak juga terdapat dalam kepribadian orang tuanya. Perhitungan dalam Penelitian Korelasional kerap menggunakan Pearson Product Moment. Rumus Pearson Product Moment sebagai berikut:



Berdasarkan rumus tersebut, kita bisa menghitung Koefisien Korelasi dari data penelitian berikut ini :


Berdasarkan rumus Pearson Product Moment di atas, kita bisa melakukan perhitungan sebagai berikut:


Korelasi antara Test Score (x) dengan Job Performance Rating (y) adalah 0,82. Koefisien Determinasi-nya adalah 0,82 x 0,82 = 0,6724. Dengan demikian dapat dikatakan 67,24% varians Job Performance Rating dapat dihitung dengan mengetahui Test Score=nya. Test tersebut terlihat dapat dijadikan indikator valid bagi Job Performance.

Dalam Penelitian Korelasional juga terdapat istilah Statistical Significance. Statistical Significance hadir kala Koefisien Korelasi yang dihitung pada suatu sampel punya probability yang sangat rendah untu menjadi 0 dalam populasi. Hasil suatu uji statistik salah satunya bergantung pada jumlah sampel (responden). Besar nilai Koefisien Korelasi, bisa dikatakan signifikan atau tidak, salah satunya bergantung pada besar sampel ini. Perhatikan tabel di bawah ini: 

Tabel di atas menggambarkan nilai minimal r yang dianggap Statistically Significant, dengan kurang dari 5% kesempatan bahwa korelasi dalam populasi menjadi 0. Misalnya, suatu Penelitian Korelasi menggunakan sampel sebesar 30 orang dan Koefisien Korelasi hitungnya sebesar 0,29. Penelitian Korelasional tersebut tidak Statistically Significant dalam probabilitas 0,05.

Penelitian Korelasional juga bisa diprospek lebih lanjut. Mark R. Leary sekurangnya menyebutkan 3 kembangan dari penelitian korelasional yaitu : (1) Analisis Regresi; (2) Cross-Lagged Panel dan Structural Equation Analysis; dan (3) Factor Analysis. Analisis Regresi bertujuan mengembangkan persamaan yang menggambarkan bagaimana variabel-variabel berhubungan dan memprediksi satu variabel oleh variabel lainnya. Cross-Lagged Panel dan Structural Equation Analysis bertugas menjelajahi arah kausalitas (sebab-akibat) antara dua atau lebih variabel yang berkorelasi (berhubungan). Faktor Analysis bertugas mengidentifikasi dimensi-dimensi dasar yang menggarisbawasi seperangkat korelasi.

3. Penelitian Eksperimental

Penelitian Eksperimental berminat menentukan apakah variabel-variabel tertentu menyebabkan perubahan perilaku, pemikiran, atau emosi. Dalam penelitian ini, peneliti memanipulasi atau mengubah satu variabel (disebut variabel bebas) guna melihat pakah perubahan dalam perilaku (varibel terikat) muncul sebagai akibatnya. Jika perubahan perilaku muncul kala variabel bebas dimanipulasi, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa variabel bebas menyebabkan perubahan pada variabel terikat (dalam kondisi tertentu).

4. Penelitian Kuasi-Eksperimental

Kala peneliti berminat memahami sebab dan akibat dari suatu hubungan, mereka memilih Penelitian Eksperimental. Namun, Penelitian Eksperimental mensyaratkan peneliti lincah mengubah-ubah variabel bebasnya guna menentukan efeknya atas variabel terikat. Dalam banyak kasus, peneliti tidak mampu mengubah variabel bebas. Kala ini terjadi, peneliti kadang menggunakan Penelitian Kuasi-Eksperimental. Dalam Penelitian Kuasi-Eksperimental, peneliti menyelidiki efek sejumlah variabel atau peristiwa secara alamiah.

Populasi

Populasi juga disebut populasi sasaran (target population), keseluruhan, atau sampling frame. Intinya, populasi adalah darimana sampel diambil. Populasi adalah agregat (pengelompokan) seluruh kasus yang disesuaikan dengan seperangkat kriteria yang ditentukan sebelumnya, misalnya variabel-variabel dan indikator-indikator penelitian yang ditetapkan peneliti.

Elemen-elemen populasi adalah anggota atau unit tertentu dari suatu populasi. Anggota atau unit populasi ini bisa berupa orang, tindakan sosial, peristiwa, tempat, waktu, atau masalah. Peneliti bebas menentukan populasi sesuai dengan perumusan masalah penelitian. Misalnya, sebuah populasi bisa dikatakan sebagai:
  • Semua orang berusia 16 atau lebih tua yang tinggal di Wonosobo pada tanggal 2 Desember 1999, yang tidak pernah berurusan dengan hukum.
  • Seluruh perusahaan yang memiliki lebih dari 100 karyawan di Provinsi Kepulauan Maluku dan beroperasi pada bulan Juli 2005.
  • Seluruh mahasiswa STIA Sandikta yang lahir di Kota Bekasi mulai tahun 1975.

Target Population (populasi sasaran) mengacu pada kelompok spesifik yang peneliti ingin teliti. Perbandingan ukuran sampel dengan ukuran populasi disebut Sampling Ratio. Contoh, populasi punya 50.000 orang, dan peneliti memilih 150 sampel dari populasi tersebut. Sampling Ratio-nya 150/50.000 = 0,003 atau 0,3%. Jika populasi punya 500 orang dan peneliti mengambil sampel 100, lalu Sampling Ratio-nya 100/500 = 0,20 atau 20%.

Populasi adalah konsep yang abstrak. Sebab itu peneliti harus menaksir populasi. Sebagai konsep abstrak, populasi perlu dibuat definisi operasionalnya. Proses ini sama dengan membuat definisi operasional untuk konsep (variabel dan indikator) penelitian. Definisi operasional populasi telah kami sebutkan di bagian atas.

Definisi operasional populasi melahirkan Sampling Frame. Sampling Frame adalah daftar rinci yang taksirannya mendekati elemen-elemen dalam populasi. Gambaran Sampling Frame sebagai berikut: 


Sampel dan Teknik Sampling

Sampel adalah sebagian populasi yang digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan penelitian. Peneliti menggunakan sampel sebagai cara utama guna menaksir perilaku di dalam suatu populasi. Sebab itu, patut dipertimbangkan secara serius pengambilan sampel ini.

Apa beda sensus dan sampel. Sensus adalah perhitungan seluruh elemen populasi dan digunakan untuk menggambarkan karakteristik populasi. Sampel adalah pemilihan elemen (anggota atau unit) dari suatu populasi; ia digunakan untuk membuat pernyataan yang mengatasnamakan populasi. Sampel ideal adalah sampel yang mewakili populasi secara sempurna, dengan seluruh ciri populasi termaktub di dalam sampel tersebut. Sampel ideal jarang terdapat dalam penelitian.

Probability Sampel memberi kesempatan kepada semua elemen populasi untuk menjadi sampel. Nonprobability Sample tidak memberi setiap anggota populasi kesempatan untuk dipilih. Hubungan antara ukuran sample dan ukuran populasi disebut dengan Sampling Ratio (rasio penyampelan).

Metode Sampling terdiri atas 2 bagian besar yaitu : (1) Probability Sampling, dan (2) Nonprobability Sampling. Probability Sampling kerap dikaitkan dengan penelitian Kuantitatif. Nonprobability Sampling kerap dikaitkan dengan penelitian Kualitatif. Namun, penelitian kuantitatif yang kini beredar banyak pula yang menggunakan Nonprobability Sampling untuk menentukan unit analisisnya.

1. Sampel Saya Harus Berapa?

Tidak ada jumlah akurat berapa sampel harus dipakai. Semua bergantung pada tujuan dan metode penelitian yang digunakan peneliti. Namun, sekadar acuan belaka penentuan jumlah sampel, Cohen dan rekan-rekannya memberikan secara jelas dan mudah dipahami.

Misalnya, Penelitian Korelasional butuh sampel minimal 30 responden. Penelitian Eksperimental, Kausal-Komparatif, butuh minimal 15 responden/obyek. Penelitian Survey (masuk kategori Penelitian Deskriptif) butuh minimal 100 responden kelompok utama dan minimal 50 responden kelompok minor. Penelitian Lapangan atau Etnografis (kualitatif) tentunya butuh sampel tidak sebesar penelitian kuantitatif karena tingkat kesulitannya. Penentuan jumlah sampel juga dibatasi masalah biaya, waktu, uang, stress, dukungan administratir, jumlah penelitian dan sumberdaya.

Dalam konteks Sample Acak (Random Sampling), sampel dapat ditentukan dengan dua cara. Entah itu peneliti dengan cara pertimbangan jujur peneliti bahwa sampel mewakili populasi dengan menetapkan jumlah sampel minimal. Atau, dengan menggunakan tabel yang dibuat dengan rumus matematika yang menghasilkan jumlah sampel yang mencukupi bagi jumlalh populasi tertentu. Contoh sampel dengan cara ini adalah yang dikembangkan Krejcie and Morgan tahun 1970 yang populer dengan nama Tabel Krejcie and Morgan, yang tabelnya sebagai berikut :


Dimana :
  • N = Populasi
  • S = Sampel

Dari tabel Krejcie and Morgan di atas, kentara bahwa semakin kecil jumlah populasi, semakin besar sampel yang harus diambil dari populasi tersebut. Semakin besar jumlah populasi, semakin kecil jumlah sampel yang harus diambil dari populasi tersebut. Tabel Krejcie and Morgan sangat populer digunakan guna menentukan jumlah sampel yang kesederhanaannya.

Cara lain untuk menentukan besar sampel adalah dengan memperhitungkan Taraf Keyakinan dan Sampling Error penelitian. Misalnya, dengan Taraf Keyakinan 95% dan 99% dan Sampling Error 5% dan 1%, jumlah sampel baru ditentukan. Cohen dan rekan-rekannya lalu membentuk tabel penentuan jumlah sampel berdasarkan Taraf Keyakinan dan Sampling Error penelitian sebagai berikut: 

Tabel Cohen dan rekan-rekan di atas terdiri atas 3 Taraf Keyakinan penelitian yaitu (kiri ke kanan) 90%, 95%, dan 99%. Di masing-masing Taraf Keyakinan, Cohen dan rekan-rekan juga memuat 3 Interval Keyakinan yaitu (kiri ke kanan) 5%, 4%, dan 3%. Misalnyanya Boim membuat penelitian yang Populasi-nya 1.000.000 orang dengan Taraf Keyakinan Penelitian 95% dan Interval Keyakinan 3%, maka Sampel Boim harus 1.066 orang. Mudah sekali, bukan?

Cara lain menentukan jumlah sampel adalah dengan menggunakan rumus Slovin. Rumus Slovin adalah:


Dimana:
  • n = Sampel
  • N = Populasi
  • e = Interval Keyakinan (biasanya 0,05 atau 0,01).

Misalnya Boim mengadakan penelitian dengan populasi 1000 orang. Interval Keyakinan penelitian yang dipakai 0,05. Maka perhitungan sampel Boim :


Dengan demikian, Boim harus menggunakan sampel sebesar 286 orang.

2. Probability Sampling

Probability Sampling terdiri atas: (1) Simple Random Sampling; (2) Systematic Sampling; (3) Stratified Sampling; dan (4) Cluster Sampling. Pembahasan masing-masingnya ada di bagian bawah berikut.

Simple Random Sampling. Simple Random Sampling adalah sampel acak yang paling mudah dipahami dan paling banyak dimodelkan. Dalam Simple Random Sampling, penelitia mengembangkan Sampling Frame yang akurat, memilih elemen-elemen dari Sampling Frame menurut prosedur acak matematika, lalu memilih siapa atau apa yang dijadikan sampel.

Dalam Simple Random Sampling, setiap unit di dalam populasi punya kesempatan untuk dipilih sebagai sampel penelitian. Penelitian mulai dengan daftar observasi yaitu N. N adalah seluruh populasi yang ditentukan dalam Sampling Frame.

Contoh, dalam wilayah pemungutan suara terdapat 1000 pemilih. Peneliti hendak memilih 100 dari antara mereka untuk jajak pendapat. Peneliti memasukkan ke-1000 nama di sebuah kotak dan mengeluarkan 100 nama. Dengan ini, 1000 orang tersebut punya kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Peneliti menentukan ukuran n (sampel) dan N (populasi) dan masukkan ke dalam pembagian :

n/N x 100 atau 100/1000 x 100 = 10%.

Dengan demikian, sampel yang digunakan adalah 10% dari populasi. Syarat utama Simple Random Sampling adalah membuat Sampling Frame. Sampel diturunkan dari Sampling Frame ini.

Dalam memilih sampel dengan teknik Simple Random Sampling digunakan Tabel Random Number (nomor acak) yang kami muat dalam lampiran tulisan ini. Bagaimana cara menggunakannya? Cara menggunakan sebagai berikut:


Perhatikan, tabel terdiri atas dua digit angka (54, 83, 80, ...). 
  • Angka-angka tersebut disusun dalam bentuk baris dan kolom agar mudah dibaca dan digunakan.
  • Pada prakteknya, anda abaikan 2 digit itu dan khayalkan angka-angka tersebut berbentuk sambung (5, 4, 8, 3, 8, 0, 5, 3, 9, 0, ...).
  • Tentukan berapa sampel yang mau diambil. Misalnya, STIA Sandikta punya 5000 mahasiswa dan Peneliti mau mengambil sampel 200 sampel.
  • Buatlah nomor (di kertas coret-coretan) mahasiswa nomor 0001 hingga 5000.
  • Mulai dari mana saja, pada tabel Random Number, peneliti mau ambil 200 set 4 digit angka.

Contoh, peneliti mulai dari sini (cetak tebal): 

36 85 49 83 47 89 46 28 54 02 87 98 10 47 22 67 27 33 13

  • Mulai dari nomor 49 itu lihat ke samping kanan sehingga jadi 4983. Mahasiswa nomor 4983 jadi sampel. Baru satu orang. Di samping kanannya 4789. Ia jadi sampel nomor 2. Ke samping kanannya lagi 4628. Ia jadi sampel nomor 3. Ke samping kanan lagi ketemu 5402. Lho!
  • Mahasiswa kan Cuma 5000 sehingga 5402 tidak ada. Jangan hiraukan, dan lanjut ke kanan lagi ketemu 8798. Abaikan juga nomor tersebut. Ke kanan lagi ketemu 1047. Nah, 1047 ini jadi sampel nomor 4. Begitu selanjutnya dan selanjutnya hingga ketemu 200 sampel.

Stratified Random Sampling. Stratified Random Sampling adalah variasi dari Simple Random Sampling. Ketimbang memilih responden langsung dari populasi, peneliti pertama-tama membagi populasi ke dalam 2 atau lebih strata. Stratum adalah bagian dari populasi yang saling berbagi karakteristik khusus tertentu.

Contoh, peneliti bisa membagi populasi jadi Laki-laki dan Prempuan atau ke dalam 6 kisaran umur (20-29, 30-39, 40-49, 50-59, 60-69, di atas 69). Lalu, responden ditarik acak dari tiap-tiap strata.

Kunci Stratified Random Sampling adalah, peneliti punya informasi tambahan seputar stratum yang ada dalam populasi. Di atas sudah dicontohkan jenis kelamin dan kisaran umur. Juga bisa berupa jabatan seperti bos, wakil bos, anak buah bos, dan sejenisnya. Sampel lalu diambil dari tiap-tiap stratum tersebut.

Stratified Random Sampling mengatasi kelemahan Simple Random Sampling. Misalnya, suatu populasi terdiri atas 100 orang. Terdapat 60% laki-laki dan 40% prempuan. Rasio laki-laki dan prempuan 60:40. Kalau pakai Simple Random Sampling, rasio tersebut belum tentu terpenuhi. Kalau pakai Stratified Random Sampling, maka sampel yang ditarik mencerminkan rasio tersebut dengan cara:
  • (10/100) x 60 = 6 laki
  • (10/100) x 40 = 4 prempuan

Contoh dari Stratified Random Sampling dan perbandingannya dengan Simple Random Sampling sebagai berikut: 

Dalam tabel di atas, pilih 3 dari 15 administrator, 5 dari 25 Staff Physician, dan selanjutnya. Secara umum, N menyimbolkan angka dalam populasi dan n mewakili angka dalam sampel. Simple Random Sampel berlebihan dalam mengambil Nurses, Nursing Assistant, dan Medical Technician, tetapi kurang dalam mewakili Administrator, Staff Physician, Maintenance Staff, dan Cleaning Staff. Namun, Stratified Random Sampling memberi perwakilan lebih akuran untuk tiap jenis posisi. Kiranya demikian dan cukup sederhana, bukan?

Cluster Sampling. Cluster Sampling dipilih sebagai metode penarikan sampel jika terdapat dua masalah. Pertama, tidak punya Sampling Frame yang baik bagi populasi yang tersebar. Kedua, biaya untuk mengambil sampel tinggi (mahal, expensive).

Contoh, tidak terdapat daftar nama montir di wilayah Kota Bekasi. Bahkan, jika peneliti punya Sampling Frame yang akurat, proses penyebaran kuesioner memakan biaya mahal karena para montir tersebar di kawasan yang luas dan macet serta berpolusi. Resiko kesehatan jiwa pun mengancam. Jadi, ketimbang memakai satu Sampling Frame, peneliti mengguna desain sampel yang meliputi Multiple Stages dan Cluster.

Cluster adalah pengelompokan responden. Dalam kasus montir di Kota Bekasi, para montir kelompokkan. Pengelompokkan biasanya berdasarkan wilayah geografis. Dalam kasus montir di Kota Bekasi, peneliti melakukan hal-hal berikut dalam metode Cluster Sampling:
  • Tujuan : Memilih 240 orang montir di Kota Bekasi.
  • Langkah#1 - Kota Bekasi punya 12 kecamatan dan 56 kelurahan. Peneliti tentukan hendak mengambil montir berdasarkan apa ? Kecamatan atau kelurahan? Disarankan kelurahan saja karena lingkupnya lebih sempit. Dari 56 kelurahan, pilih secara acak 6 kelurahan. [yang ditebalkan dipilih secara acak, lho!]


  • Langkah#2 - Bagilah kelurahan yang sudah dipilih ke dalam RW. Tiap kelurahan terdiri dari 20 RW. Lalu pilih secara acak 5 RW dari tiap kelurahan.
  • Contoh kelurahan 03 adalah Jatirahayu (sudah dipilih di langkah 1) yang punya 20 RW: maka seperti ini:
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

  • Dipilihlah RW 04, 10, 13, 17, dan 20.
  • Langkah#3 - Dari tiap RW cari 10 montir buat mengisi kuesioner. Jadi, dari kelurahan Jatirahayu dapat 40 montir. Lakukan berulang langkah 2 dan 3 hingga total montir yang diperoleh adalah 240. Mudah bukan?

Tentu saja, Cluster Sample akurasinya lebih rendah ketimbang Simple Random Sampling. Namun, Cluster Sampling lebih murah biaya dan sederhana.

Systematic Sampling. Systematic Sampling adalah Simple Random Sampling dengan jalan pintas menuju pilihan acak. Langkah pertama menomori tiap elemen di dalam Sampling Frame. Lalu, ketimbang langsung menggunakan Tabel Random Number, peneliti menghitung Sampling Interval, dan interval itu menjadi metode semi acak dari si peneliti. Sampling Interval (misalnya 1 dalam k, di mana k ada suatu angka) memberitahu peneliti bagaimana memilih elemen dari Sampling Frame dengan cara melewati elemen di dalam Sampling Frame sebelum memilihnya jadi sampel.

Misalnya, peneliti STIA Sandikta mau pililh 300 nama dari 900 nama. Setelah awal yang acak, peneliti tersebut memilih tiap 3 nama dari 900 itu biar bisa beroleh 300 nama. Sampling Interval-nya, dengan demikian, adalah 3.

Sampling Interval mudah dihitung. Peneliti STIA Sandikta itu Cuma butuh jumlah sampel dan jumlah populasi (atau Sampling Frame). Sampling Ratio untuk 300 nama dari 900 adalah 300/900 = 0,333 = 33,3%. Sampling Interval adalah 900/300 = 3.

Contoh lain lagi soal Systematic Sampling. Mahasiswa STIA Sandikta ada 500 orang dan Boim, seorang peneliti, hendak mengambil sampel (n) sebanyak 100 menggunakan Systematic Sampling. Boim harus mendaftar ke-500 mahasiswa secara urut. Sampling Fraction-nya menjadi f = 500/100 = 20%. Dalam kasus Boim, ukuran Interval k sama dengan N/n = 500/100 = 5. Sekarang, Boim tinggal memilih integer (bilangan) acak dari 1 hingga 5. Taruhlah Boim memilih 2. Lalu, untuk memilih sampel Boim mulai dengan nomor 2 dan mengambil tiap k (yaitu 5, karena k = 5). Sampel Boim yaitu jatuh pada nomor 2, 7, 12, 17 dan terus begitu hingga anggota populasi nomor 500. Jadilah Boim beroleh 100 orang.

3. Non Probability Sampling

Non Probability Sampling terdiri atas: (1) Convenience Sampling; (2) Quota Sampling; (3) Purposive Sampling; (4) Snowball Sampling; (5) Deviant Case Sampling; dan (6) Sequential Sampling. Kendati lebih banyak digunakan dalam penelitian kualitatif, pada kenyataannya, banyak juga penelitian kuantitatif yang menggunakan metode sampling ini. Alasannya, banyak berkisar pada “kemalasan” peneliti, keterbatasan dana, keterbatasan waktu studi, dan alasan lebih praktis dan kemudahan penentuan.

Convenience Sampling. Convenience Sampling disebut juga Haphazard atau Accidental Sampling. Convenience Sampling sebagai metode sampling bisa berakibat pada sampel yang tidak efektif (tidak menggambarkan populasi) dan tidak direkomendasikan.

Convenience Sampling adalah sampel yang dipilih secara convenience (nyaman) karena sifatnya yang mudah dan tidak menyulitkan peneliti. Contoh dari Convenience Sampling adalah sebuah surat kabar bertanya pada pembaca lewat kolom kuesioner di surat kabar tersebut. Tidak semua orang yang baca koran punya minat pada masalah di dalam kuesioner, atau punya waktu buat menggunting kuesioner dan mengirimkannya lewat pos kendati gratis.

Andai saja ada 5000 orang yang mengembalikan, tetapi kendati besar “sampel” itu tidak bisa secara akurat menggambarkan populasi. Mungkin saja, kuesioner tersebut lebih punya nuansa menghibur ketimbang melakukan penelitian. Hasil kesimpulan penelitian seperti ini mendistorsi kesimpulan atas topik di dalam kuesioner.

Quota Sampling. Quota Sampling adalah upaya memperbaiki kelemahan Convenience Sampling. Dalam Quota Sampling, peneliti awalnya mengidentifikasi kategori-kategori yang relevan dari sejumlah orang (misalnya laki – prempuan atau < 30 tahun, 30 – 60 tahun, > 60 tahun), lalu memutuskan seberapa banyak dibutuhkan dari setiap kategori untuk dijadikan sampel. Sebab itu, jumlah orang di kategori sampel yang beragam itu fix.

Misalnya, peneliti memutuskan memilih 5 laki dan 5 prempuan di bawah umur 30 tahu, 10 laki dan 10 prempuan antara 30 – 60 tahun, dan 5 laki dan 5 prempuan di atas umur 60 tahun dalam menentukan 40 sampel yang dikehendaki. Adalah sulit mewakili seluruh karakteristik populasi secara akurat.

Quota Sampling adalah “perbaikan” Convenience Sampling karena peneliti dapat memastikan sejumlah perbedaan di dalam sampel-nya. Dalam Convenience Sampling, orang yang diwawancara atau mengisi kuesioner bisa saja berasal dari usia atau jenis kelamin yang serupa. Namun, Quota Sampling mengatasi kelemahan itu dengan menentukan variasi di dalam populasi. Quota Sampling ini kerap dilakukan Gallup’s American Institute of Public Opinion dalam memprediksi Presiden Amerika Serikat. Mereka sukses dalam pilpres 1936, 1940, dan 1944, tetapi tahun 1948 mereka salah memprediksi.


Purposive Sampling. Purposive Sampling juga disebut Judgmental Sampling. Purposive Sampling digunakan dalam situasi dimana seorang ahli menggunakan penilaiannya dalam memilih responden dengan tujuan tertentu di dalam benaknya. Dengan Purposive Sampling, peneliti tidak pernah tahu apakah responden yang dipilih mewakili populasi. Metode ini kerap digunakan dalam Exploratory Research atau dalam Field Research.

Purposive Sampling signifikan digunakan dalam 3 situasi. Pertama, peneliti menggunakan guna memilih responden unik yang akan memberi informasi penting. Contoh, peneliti ingin menggunakan Content Analysis guna meneliti Majalah untuk menemukan tema-tema kebudayaan. Ia memilih majalah prempuan populer untuk penelitian karena trend-nya membicara budaya.


Kedua, peneliti menggunakan Purposive Sampling untuk memilih responden yang sulit dicapai, yaitu suatu populasi khusus semisal kaum Gay atau Lesbian. Misalnya, peneliti hendak meneliti masalah prostitusi. Mustahil peneliti mendaftar seluruh nama pelacur di suatu lokalisasi dan secara acak memilih lewat teknik Simple Random Sampling. Untuk itu, peneliti cenderung informasi subyektif (misalnya lokalisasi pelacuran atau dengan siapa pelacur biasa berhubungan) dan para ahli (polisi susila, satpol PP, atau LSM pemerhati pelacur) guna mengidentifikasi sampel para pelacur untuk digunakan dalam penelitian.

Ketiga, tatkala peneliti ingin mengidentifikasi jenis responden tertentu untuk diadakan wawancara mendalam. Tujuan penelitian bukan hendak melakukan generalisasi atas populasi yang lebih besar, tetapi lebih pada kehendak untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang sesuatu hal. Misalnya, Boim menggunakan Purposive Sampling dalam Focus Group Study seputar apa yang dipikirkan kelas pekerja tentang politik. Boim menghendaki 188 orang dari kelas pekerja untuk berpartisipasi dalam 1 dari 37 Focus Group yang dibentuk. Ia mencari responden yang tidak merampungkan pendidikan tinggi tetapi bervariasi dari segi usia, etnis, agama, minat politik dan jenis pekerjaan. Boim merekrut orang dari 35 kawasan di Kota Bekasi.

Snowball Sampling. Snowball Sampling juga disebut Network Sampling, Chain Referral Sampling atau Reputational Sampling. Snowball Sampling adalah metode guna mengidentifikasi dan mengambil sampel lewat suatu jaringan. Ia didasarkan pada analogi bola salju, yang dimulai dalam ukuran kecil, tetapi seiring proses, jumlahnya membesar. Snowball Sampling adalah teknik multi tahap. Ia dimual dengan sedikit orang dan membesar sehubungan pergerakan peneletian.

Snowball Sampling dapat dilakukan dengan membuat sosiogram, yaitu suatu diagram lingkaran yang dihubungkan dengan garis. Misalnya Boim dan Ratna tidak kenal satu sama lain secara langsung, tetapi tiap mereka punya teman yaitu Eka sehingga Boim dan Ratna berteman secara tidak langsung. Snowball Sampling kerap digunakan bersamaan dengan Purposive Sampling.

Deviant Case Sampling. Deviant Case Sampling juga disebut Extreme Case Sampling. Deviant Case Sampling digunakan kala peneliti mencari responden yang berbeda dari pola-pola dominan yang berkembang. Sama dengan Purposive Sampling, Deviant Case Sampling digunakan saat peneliti menggunakan teknik yang beragam untuk menempatkan responden dengan karakteristik tertentu. Deviant Case Sampling beda dengan Purposive Sampling karena tujuannya mencari hal yang unik, khusus, tidak biasa, bukan mewakili seluruhnya.

Misalnya, Boim tertarik meneliti mahasiswa STIA Sandikta yang dropout. Riset-riset sebelumnya menyebut mahasiswa tersebut dropout berasal dari keluarga yang punya pendapatan rendah, orang tua bercerai atau tidak stabil, sering pindah rumah, dan secara etnis atau agama minoritas. Penelitian yang sudah dibuat juga menyebut mahasiswa yang dropout kerap terlibat dalam perilaku ilegal dan punya catatan kriminal. Berdasarkan ini, Boim lalu menyusun penelitian dengan metode Deviant Case Sampling, di mana ia menggunakan responden mahasiswa STIA Sandikta yang dropout, tetapi tidak punya catatan kriminal, berasal dari etnis dan agama dominan, tidak pernah berperilaku ilegal apalagi melanggar hukum, dan secara ekonomi sangat mampu.

Sequential Sampling. Sequential Sampling mirip dengan Purposive Sampling dengan satu perbedaa. Dalam Purposive Sampling, peneliti coba menemukan sebanyak mungkin responden yang relevan dengan masalah penelitian, hingga suatu saat uang, tenaga, dan jiwa peneliti mulai “menjerit.”

Dalam Sequential Sampling, peneliti terus mengumpulkan responden hingga jumlah informasi baru atau keragaman responden yang baru terpenuhi. Contoh, Boim menentukan dan merencanakan wawancara mendalam dengan 60 janda di atas umur 70 tahun yang telah hidup tanpa pasangan selama sekurangnya 10 tahun. Bergantung pada tujuan Boim, memperoleh tambahan 20 janda yang pengalaman hidup, latar belakan sosial, dan pandangan hidup berbeda kecil dari 60 orang tersebut bisa dibilang tidak dibutuhkan.

4. Standard Error (SE)

Dalam proses pengambilan sampel (sampling method) dikenal istilah Standard Error. Standard Error ini berbeda dengan Standard Deviation (SD). SD mengukur seberapa baik Mean mewakili data. Semakin kecil SD mengindikasikan data dekat dengan Mean. Semakin besar SD mengindikasikan data jauh dari Mean. Jika SD = 0 maka Mean seluruh data adalah serupa. SD dapat dicari dengan rumus:


Dimana :
  • s = Standar Deviasi
  • x_i = Mean data yang diobservasi
  • x ̅ = Mean data keseluruhan
  • N = Jumlah sampel

Telah dikatakan, SD adalah akar kuadrat dari Varians (s2). Rumus Varians adalah :


 

Dimana :
  • SS = Sum of Square Error
  • N = Sampel
  • x_i = Mean data yang diobservasi
  • x ̅ = Mean data keseluruhan
  • N = Jumlah sampel
Standard Error adalah seberapa baik sampel mewakili populasi. Standard Error berkaitan dengan sampel ini juga disebut Standard Error of the Mean (SE). SE menunjukkan seberapa jauh perbedaan Mean sampel dengan Mean populasi. SE dihitung dengan membagi SD sampel (s) dengan akar kuadrat total sampel (N):


Dimana :
  • σx = Standard Error
  • s = Standard Deviasi
  • N = Jumlah sampel

5. Tingkat Keyakinan (Confidence of Interval)

Tingkat Keyakinan atau Confidence of Interval masih berkait dengan mean populasi. Tingkat Keyakinan adalah pendekatan untuk menilai akurasi Mean Sampel dalam menaksir Mean Populasi. Caranya dengan menghitung batas-batas dalam mana peneliti yakin nilai Mean Populasi yang sesungguhnya berada. Batas-batas ini disebut Tingkat Keyakinan. Gagasan dasar Tingkat Keyakinan adalah menaksir kisaran nilai ke dalam mana peneliti pikir nilai Mean populasi berada. Tingkat Keyakinan yang populer dalam penelitian sosial adalah 90%, 95% atau bahkan 99%.

Misalnya, suatu penelitian menggunakan 95% Tingkat Keyakinan dan menggunakan 100 sampel. Kita meneliti 100 sampel, menghitung Mean sampel, dan menghitung Tingkat Keyakinan untuk mean tersebut, lalu untuk 95 dari 100 sampel tersebut, Tingkat Keyakinan yang kita bangun akan mengandung nilai sesungguhnya dari Mean Populasi. Atau, jika Tingkat Keyakinan yang digunakan 90%, maka hanya 90 sampel saja yang mengandung nilai sesungguhnya dari Mean Populasi.

Untuk menghitung Tingkat Keyakinan, kita perlu tahu batas-batas dalam mana 95% Mean akan jatuh. Untuk itu perlu kita ingat z-score sebagai distribusi normal data. Nilai z-score diperoleh dari:


Dimana :
  • z = z-score
  • X = Standard Deviasi
  • X ̅ = Mean Sampel
  • s = Standard Error

Batasan kiri –1,96 dan kanan 1,96. Untuk itu, kita mengganti z pada persamaan dengan :




Nilai X diperoleh dari :



Dengan demikian, batas bawah dari Tingkat Keyakinan adalah:



Dan, batas atas dari Tingkat Keyakinan adalah:


Tingkat Keyakinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 95% dan dengan demikian signifikansi hasil uji statistik yang dikehendaki adalah < 0,05. Uji statistik yang digunakan menggunakan Uji Dua Sisi karena nilai gap yang diperoleh belum bisa dipastikan bernilai negatif (-) atau positif (+). Nilai z-score untuk signifikansi 0,05 untuk uji dua sisi telah distandardisasi, dan nilainya adalah – 1,96 untuk batas bawah dan 1,96 untuk batas atas.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data primer yang dibutuhkan penelitian ini adalah data kualitatif berupa sikap pelanggan suatu perusahaan. Data berupa sikap tersebut dikuantifikasi dengan menggunakan skala ordinal. Kendati telah dikuantifikasi, data yang dihasilkan tetaplah data kualitatif.

Data kualitatif tersebut, lebih lanjut dikuantifikasi kembali dengan mengkategosasinya berdasarkan variabel X dan variabel Y. Variabel X terdiri atas .... dengan indikator-indikator .... Sementara variabel Y terdiri atas ..... dengan indikator-indikator .....

Selain data primer yang diperoleh berdasarkan penyebaran kuesioner, data primer juga diperoleh melalui wawancara terbuka kepada para responden. Data sekunder diperoleh dengan studi dokumentasi dan perpustakaan.

Teknik Pengukuran

Variabel X dan Variabel Y serta indikator-indikator yang ada di dalam Hipotesis penelitian harus diukur. Pengukuran ini ditentukan oleh sifat data, yaitu apakah Diskrit atau Kontinus. Selain itu, teknik pengukuran juga pada instrumen pengukurannya (skala).

1. Sifat Data

Pertama-tama peneliti harus menetapkan skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur konsep. Skala pengukuran dari terendah hingga tertinggi adalah: (1) Nominal; (2) Ordinal; (3) Interval, dan (4) Rasio. Skala pengukuran membatasi uji-uji statistik yang diterapkan dalam analisis data.

Nominal adalah skala yang hanya mengukur perbedaan antar kategori. Misalnya agama yaitu Protestan, Katolik, Islam, Yahudi, Buddha. Atau, ras seperti Afro-Amerika, Kaukasus, Hispanik, Arian, atau Mongoloid. Ordinal adalah skala yang hanya mengukur perbedaan ditambah kategori yang bisa diurutkan atau dirangking seperti Tinggi, Rendah, Sedang atau sikap (Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju).

Interval mengukur apa yang bisa diukur nominal dan ordinal ditambah skala ini bisa merinci jarak antar kategori seperti Skor IQ (95, 110, 125) atau temperatur (5 derajat, 7, derajat, atau 9 derajat). Rasio bisa mengukur apa yang bisa diukur nominal, ordinal, dan rasio ditambah rasio punya titik 0 yang pasti seperti uang (1 rupiah, 2 rupiah) atau tahun belajar (1 tahun, 2 tahun, 3 tahun).

Khusus mengenai skala sikap, peneliti berbeda pendapat apakah memasukkan peringkat sikap ke dalam skala ordinal atau interval. Donald P. Schwab menyatakan keraguan ini. Di tengah keraguan ini, Schwab menyatakan bahwa peringkat sikap jika tidak bisa dikatakan berskala Interval sekurangnya adalah “mendekati” Interval. Schwab juga berani menyatakan bahwa, dengan “mendekati” Interval, uji-uji statistik yang biasa digunakan untuk skala Interval bisa dilakukan atas skala sikap yang “mendekati” Interval ini.

2. Skala Pengukuran

Skala alat ukur (dalam kuesioner sikap) yang biasa digunakan adalah Likert, Bogardus Social Distance Scale, Semantic Differential, dan Guttman Scaling.

Skala Likert. Skala Likert diciptakan tahun 1930 oleh Rensis Likert guna menyediakan tingkat Ordinal bagi pengukuran sikap seseorang. Likert menggunakan pilihan Setuju atau Tidak Setuju atas suatu pernyataan. Skala Likert minimal terdiri atas 2 pilihan jawaban (kategori). Lebih baik lagi jika mau menggunakan 4 hingga 8 pilihan jawaban.

Contoh-contoh Skala Likert kami sampaikan di bawah ini :

Skala Self-Esteem Rosenberg. Contoh dari skala yang menggunakan Rosenberg ini adalah:

Di atas semuanya, saya leluasa menyatakan bahwa saya keliru:
  1. Hampir selalu.
  2. Seringkali.
  3. Kadang.
  4. Jarang.
  5. Tidak Pernah.

Misalnya, diterapkan pada kasus Skala Penilaian Pengajaran oleh Mahasiswa:

Secara keseluruhan, saya memberi peringkat atas pengajaran di mata kuliah ini sebagai:


Atau, misalnya diterapkan pada Skala Supervisor Kelompok Kerja

Supervisor saya:


Bogardus Social Dimension Scale. Bogardus Social Dimension Scale mengukuru jarak sosial yang memisahkan etnis atau kelompok lainnya satu sama lain. Bogardus digunakan di dalam satu kelompok guna menentukan seberapa besar jarak yang dirasakan kelompok tersebut terhadap suatu sasaran atau “luar kelompok.”

Skala ini punya logika yang sederhana. Orang menjawab serangkaian pernyataan yang terurut; pernyataan yang paling dirasa mengancam atau yang jauh jarak sosialnya di satu sisi, dan yang paling tidak mengancam dan dekat jarak sosialnya di sisi lain. Logika skala ini adalah, orang yang menolak kontak atau tidak nyaman dengan item jarak sosial akan menolak item-item yang dekat secara sosial.

Contoh Bogardus sebagai berikut :


Di atas tercantum kuesioner Bogardus yang dibuat tahun 1925 (kiri) dan tahun 1993 (kanan). Perhatikan yang kiri, di mana ada pertanyaan berbunyi “I would willingly admit members of each race”. Atas pernyataan tersebut memilih jawaban antara 1 hingga 7. Mendekati jawaban 1, jarang sosial semakin dekat dan makin mendekati 7 jarak sosial semakin jauh.

Semantic Differential. Semantic Differential menyediakan ukuran tidak langsung pada bagaimana seseorang menyikapi suatu konsep, obyek, atau orang lain. Semantic Differential mengukur perasaan subyektif terhadap sesuatu menggunakan kata sifat. Ini karena orang mengkomunikasikan penilaian mereka lewat kata sifat, baik secara lisan atau tulisan. Karena sebagian besar kata sifat punya perlawanannya (misalnya: gelap/terang, kasar/halus/ lambat/cepat), skala ini menggunakan kata sifat yang berlawanan guna membangun ukuran peringkat atau skala.

Kisaran peringkat Semantif dari 7 hingga 11 poin antara. Berikut kami contohkan skala Semantic Differential:


Dari skala di atas, terdapat 19 pernyataan. Setiap pernyataan diukur dengan 7 skala. Misalnya, antara Good dan Bad terdapat 7 skala. Contoh pernyataan untuk nomor 1 misalnya “Warga DKI Jakarta membuang sampah di tempat yang mudah disapu.” 

[Good ___ ___ ___ ___ ___ ___ ___ Bad].

Guttman Scaling. Guttman Scaling juga disebut skala kumulatif, berbeda dengan skala-skala sebelumnya. Ini berarti, peneliti harus mendesain suatu dengan Guttman Scaling dicamkan di dalam benaknya.

Skala Guttman dimulai dengan pengukuran seperangkat indikator atau item. Ini bisa berupan item kuesioner, suara, atau karakteristik yang diamati. Skala Guttman mengukur fenomena berbeda (misalnya pola kejahata, pola menggunakan narkoba, partisipasi politik, gangguan psikologis). Indikator-indikator biasanya diukur dalam jawaban sederhana Ya/Tidak atau Hadir/Absen. Skala Guttman bisa menggunakan 3 hingga 20 indikator.

Peneliti memilih item dengan keyakinan terdapat hubungan logis antar item. Peneliti lalu menempatkan hasilkan ke sebuah skala Guttman dan menentukan apakah item-item tersebut membentuk pola yang seiring dengan hubungan. Contoh skala Guttman kami muat di bawah ini:

Peneliti memilih item dengan keyakinan terdapat hubungan logis antar item. Peneliti lalu menempatkan hasilkan ke sebuah skala Guttman dan menentukan apakah item-item tersebut membentuk pola yang seiring dengan hubungan. Contoh skala Guttman kami muat di bawah ini:


Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan:
  • Kuesioner
  • Wawancara
  • Content-Analysis
  • Focus groups
  • Observation
  • Video analysis 

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data berturut-turut adalah Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Uji Beda Paired t Sampled Test, dan Importance-Performance Analysis.

1. Uji Validitas Item

Uji Validitas Item atau butir dapat dilakukan dengan menggunakan software SPSS. Untuk proses ini, akan digunakan Uji Korelasi Pearson Product Moment. Dalam uji ini, setiap item akan diuji relasinya dengan skor total variabel yang dimaksud. Dalam hal ini masing-masing item yang ada di dalam variabel X dan Y akan diuji relasinya dengan skor total variabel tersebut.

Agar penelitian ini lebih teliti, sebuah item sebaiknya memiliki korelasi (r) dengan skor total masing-masing variabel ≥ 0,25. Item yang punya r hitung < 0,25 akan disingkirkan akibat mereka tidak melakukan pengukuran secara sama dengan yang dimaksud oleh skor total skala dan lebih jauh lagi, tidak memiliki kontribusi dengan pengukuran seseorang jika bukan malah mengacaukan.

2. Uji Reliabilitas Item

Uji Reliabilitas dilakukan dengan uji Alpha Cronbach. Rumus Alpha Cronbach sebagai berikut:


Note:
  • α = Koefisien reliabilitas Alpha Cronbach
  • K = Jumlah item pertanyaan yang diuji
  • Σs_i^2 = Jumlah varians skor item
  • SX^2 = Varians skor-skor tes (seluruh item K)

Jika nilai alpha > 0,7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient reliability) sementara jika alpha > 0,80 ini mensugestikan seluruh item reliabel dan seluruh tes secara konsisten secara internal karena memiliki reliabilitas yang kuat. Atau, ada pula yang memaknakannya sebagai berikut:
  • Jika alpha > 0,90 maka reliabilitas sempurna
  • Jika alpha antara 0,70 – 0,90 maka reliabilitas tinggi
  • Jika alpha antara 0,50 – 0,70 maka reliabilitas moderat
  • Jika alpha < 0,50 maka reliabilitas rendah

Jika alpha rendah, kemungkinan satu atau beberapa item tidak reliabel: Segera identifikasi dengan prosedur analisis per item. Item Analysis adalah kelanjutan dari tes Aplha sebelumnya guna melihat item-item tertentu yang tidak reliabel. Lewat ItemAnalysis ini maka satu atau beberapa item yang tidak reliabel dapat dibuang sehingga Alpha dapat lebih tinggi lagi nilainya.

Reliabilitas item diuji dengan melihat Koefisien Alpha dengan melakukan Reliability Analysis dengan SPSS ver. 16.0 for Windows. Akan dilihat nilai Alpha-Cronbach untuk reliabilitas keseluruhan item dalam satu variabel. Agar lebih teliti, dengan menggunakan SPSS, juga akan dilihat kolom Corrected Item Total Correlation. Nilai tiap-tiap item sebaiknya ≥ 0.40 sehingga membuktikan bahwa item tersebut dapat dikatakan punya reliabilitas Konsistensi Internal. Item-item yang punya koefisien korelasi < 0.40 akan dibuang kemudian Uji Reliabilitas item diulang dengan tidak menyertakan item yang tidak reliabel tersebut. Demikian terus dilakukan hingga Koefisien Reliabilitas masing-masing item adalah ≥ 0.40.

Daftar Pustaka

  • Andi Field, Discovering Statistics using SPSS, Second Edition (California : SAGE Publication, 2006)
  • David D. Vaus, Analyzing Social Science Data: 50 Key Problems in Data Analysis, (Thousand Oaks: Sage Publications, 2002)
  • David Wilkinson and Peter Birmingham, Using Research Instruments: A Guide for Researcher (London: RoutledgeFalmer, 2003).
  • Donald P. Schwab, Research Methods for Organizational Studies, Second Edition (New Jersey: Lawrence Erlbaum, 2005)
  • John A. Martilla and John C. James, “Importance-Performance Analysis” (Journal of Marketing, January, 1977) pp. 77 – 79.
  • John W. Lounsbury, Lucy W.Gibson, Richard A. Saudargas, “Scale Development” dalam Frederick T.L. Leong and James T. Austin, The Psychology Research Handbook: A Guide for Graduate Students and Research Assistants(Thousand Oaks: Sage Publications, Inc., 2006)
  • Louis Cohen, Lawrence Manion and Keith Morrison, Research Methods in Education, 5th Edition (London: RoutledgeFalmer, 2000)
  • Louis Cohen, Lawrence Manion, and Keith Morrison, Research Methods in Education, Sixth Edition (Oxon: Routledge, 2007)
  • Marguerite G. Lodico, Dean T. Spaulding, Katherine H. Voegtle, Methods in Educational Research: From Theory to Practice (San Fransisco: John Wiley & Sons, Inc., 2006)
  • Pablo E. Subong and McDonald D. Beldia, Statistics for Research (Manila: Rex Book, 2006)
  • Perry Roy Hilton and Charlotte Brownlow, SPSS Explained, (East Sussex: Routledge, 2004)
  • Rudi Setiawan, “Analisa Tingkat Kepuasan Pengguna Kereta Api Komuter Surabaya – Sidoarjo” (Surabaya: Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Petra, tt)
  • Scott W. VanderStoep and Deirdre J. Johnston, Research Methods for Everyday Life: Blending Qualitative and Quantitative Approaches (San Fransisco: John Wiley & Sons, 2009)
  • Sebastian Rainsch, Dynamic Strategic Analysis: Demystifying Simple Success Strategies (Wiesbaden: Deutscher Universitasts-Verlag, 2004)
  • W. Lawrence Neuman, Basics of Social Research: Qualitative and Quantitative Approaches, Second Edition (Boston: Pearson Education, .....)