Mohon maaf jika anda di alihkan ke adf.ly mohon klik SKIP AD

Tuesday, March 19, 2013

Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga Terhadap Motivasi Penderita TBC Paru Untuk Berobat Ulang ke Puskesmas Rawamerta Tahun 2013

BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang

Penyakit Tuberkulosis Paru (TBC Paru) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang mengenai jaringan paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan penyakit ini dapat menyebabkan kecacatan fisik dan sosial serta dapat mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi penderita. Angka kematian pada awal abad ke-20 mulai berkurang sejak diterapkannya prinsip pengobatan disertai dengan perbaikan gizi dan tata cara kehidupan penderita. Keadaan penderita bertambah baik sejak ditemukannya obat streptomisin pada tahun 1944 dan bermacam-macam obat tuberkulosis pada tahun-tahun berikutnya (Soeparman, 2006). Dengan program yang dilaksanakan secara intensif kejadian penyakit tuberkulosis di Indonesia sudah sangat menurun, tetapi beberapa tahun terakhir ini penyakit TBC paru kembali meningkat secara cepat (re-emerging disease) yang perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak.
Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal jumlah penderita tuberkulosis (TB). Baru pada tahun ini turun ke peringkat ke-4 dan masuk dalam milestone atau pencapaian kinerja 1 tahun Kementerian Kesehatan. Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2007 menyatakan jumlah penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di dunia setelah India dan Cina.
Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia ( WHO Global Tuberculosis Control 2010).
Dalam laporan berjudul Global Tuberculosis Control Report 2011, WHO menyampaikan bahwa jumlah kasus baru TBC di dunia pada 2010 tercatat 8,8 juta dan  jumlah korban meninggal 1,4 juta jiwa. Angka ini turun dibanding tahun-tahun sebelumnya, misalnya 9,4 juta kasus baru pada 2009 (Uyung Pramudiarja,2011)
Propinsi Jawa Barat prevalensi penderita TBC paru dengan basil tahan asam (BTA) positif di Jabar adalah 107 penderita di setiap 100 ribu orang, atau sekira 44 ribu orang. Sedangkan suspek pengidap virus TBC paru diperkirakan sepuluh kali lipat dari jumlah itu, atau sekira 440 ribu orang. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jabar, pada 2010 terdapat 30.067 penderita TBC paru. Cakupan penanganannya sebanyak 68,7 persen, dengan tingkat kesembuhan 28,24 persen. Dari jumlah penderita itu, sebanyak 7,6 persen tercatat mangkir dari pemeriksaan dahak. Dan dari angka yang mendapat penanganan, sebanyak 3,9 persen terputus proses pengobatannya. Pada tahun 2010 juga tercatat sebanyak 360 penderita TBC paru meninggal dunia (Resmiyati, 2011).
Pengobatan TBC paru dapat dilaksanakan secara tuntas diperlukan kerjasama yang baik antara penderita TBC paru dan tenaga kesehatan, sehingga tidak akan terjadi resistensi obat. Masalah ini menjadi perhatian utama WHO karena mengancam tidak hanya penderita TBC paru di negara berkembang tetapi juga para penderita TBC paru di negara maju.Data objektif dari pengobatan TBC paru dapat merupakan salah satu penyebab terjadinya resistensi obat (Aditama, 2006).
Penanganan TBC paru setiap lembaga kesehatan harus melakukan metode DOTS (Direct Observe Treatment Shortcourse) atau observasi langsung untuk penanganan jangka pendek. DOTS terdiri dari lima hal, yaitu komitmen politik, pemeriksaan dahak di laboratorium, pengobatan berkesinambungan yang harus disediakan oleh negara, pengawasan minum obat, dan pencatatan laporan (Resmiyati, 2011).
Kegagalan pengobatan menurut Soeparman (2006) terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkannya, yaitu (a) Obat : panduan obat tidak adekuat, dosis obat tidak cukup, minum obat tidak teratur/tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan, jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya, terjadinya resistensi obat; (b) Drop-out : kekurangan biaya pengobatan, merasa sudah sembuh, malas berobat/kurang motivasi; (c) Penyakit : lesi paru yang sakit terlalu luas/sakit berat, penyakit lain yang menyertai tuberkulosis seperti diabetes melitus, alkoholisme dan penyakit lain serta adanya gangguan imunologis.
Kegagalan pengobatan yang terbanyak adalah karena kekurangan biaya pengobatan atau merasa sudah sembuh / kurang motivasi. Kegagalan pengobatan ini dapat mencapai 50% pada terapi jangka panjang, karena sebagian besar penderita TBC paru adalah golongan kurang mampu sedangkan pengobatan tuberkulosis memerlukan waktu lama dan biaya yang banyak (Soeparman, 2006).
Kasus drop out menjadi salah satu kendala keberhasilan program  pemberantasan Tuberculosis Paru. Kurangnya tingkat pengetahuan penderita tentang penyakit Tuberculosis paru masih kurang karena kebanyakan sebagian besar yang putus berobat hanya tamatan SD ke bawah (Heryanto, 2002). Serta jarak yang jauh antara rumah dengan pelayanan kesehatan yang membutuhkan waktu lama, transportasinya juga sulit dan mahal (Felly Philipus, 2002).
Pencegahan kegagalan pengobatan ini perlu kerjasama yang baik dari dokter dan tim kesehatan lain serta motivasi pengobatan TBC paru tersebut terhadap penderita. Hal ini telah ditindak lanjuti dengan adanya Gerakan Terpadu Nasional (Gerdunas) TBC Paru yang didengungkan di seluruh kabupaten/kota.Upaya untuk menemukan penderita pada tahap dini dan pengobatan yang tuntas diharapkan dapat meningkatkan angka kesembuhan dan mengurangi kematian penderita (Depkes RI, 2005).
Selain dari faktor tim kesehatan, ada satu faktor yang juga sangat berpengaruh terhadap kesembuhan penderita, yaitu dukungan keluarga. Karena keluarga merupakan hal yang sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan serta pemberi motivasi yang baik selain dari dalam diri penderita sendiri.
Menurut Freedman (1998), keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan dukungan agar penderita rutin dalam pengobatannya. Adanya perhatian dan dukungan keluarga dalam mengawasi dan mengingatkan penderita untuk minum obat dapat meningkatkan derajat kesehatan penderita.
Hasil penelitian yang dilakukan Dyah M (2007) menunjukkan bahwa menunjukkan ada hubungan yaitu tingkat pengetahuan, dukungan keluarga, jarak rumah dan transportasi. Menurut Gendish I (2011) ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat. Menurut Santi F (2006) ada hubungan antara pendapatan kelurga dengan kegagalan Pengobatan,tingkat pengetahuan responden dengan kegagalan pengobatan Tuberculosis Paru dan ada hubugan antara efek samping obat dengan kegagalan pengobatan.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang, penyakit TBC merupakan salah satu kasus penyakit yang menonjol. Pada tahun 2010 jumlah kasus TBC di daerah ini sejak Januari hingga Desember 2010 cukup tinggi, mencapai 2.302 kasus (Nounkinan, 2011)
Kecamatan Rawamerta dengan jumlah penduduk 32.913 jiwa, pada tahun 2012 periode bulan Januari sampai dengan Desember terdapat  suspec penderita TB sebanyak 303 penderita, sedangkan penderita dengan BTA (+) terdapat 54 pendertia. Penyakit ini menduduki urutan  ke 2 setelah ISPA sebagai penyakit infeksi menular (Puskesmas Rawamerta,2012).




Tabel 1.1 Jumlah Pasien TBC Paru PerWilayah Puskesmas Rawamerta
  Periode bulan Januari s/d Desember 2012
No
Nama Desa
Jumlah Penduduk
Jumlah Penderita
1
Sukamerta
6.407
7
2
Kutawargi
3.356
3
3
Pasirkaliki
5.334
12
4
Sukaraja
2.279
5
5
Panyingkiran
6.147
2
6
Cibadak
3.655
7
7
Sukapura
4.316
9
8
Gomobong sari
2.757
3
9
Luar daerah

4

Jumlah
32.913
54
Sumber : Puskesmas Rawamerta 2013
Data di atas terlihat bahwa penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Rawamerta masih cukup tinggi terlihat dari jumlah penduduk 32.913 jiwaa  tercatat sebanyak  54 orang penderita TBC paru.

Tabel 1.2 Jumlah Penderita Tb Paru Yang Berobat Setiap Bulan Ke Puskesmas Rawamerta
No
Bulan
Jumlah Suspect TB
BTA (+)
1
Januari
29
4
2
Februari
32
2
3
Maret
23
1
4
April
24
3
5
Mei
39
2
6
Juni
17
2
7
Juli
46
3
8
Agustus
12
0
9
September
25
8
10
Oktober
25
3
11
November
23
4
12
Desember
8
1

Jumlah
303
33
Sumber : Puskesmas Rawamerta 2012
Tercacat dari 303 suspect TB dan 54 penderita dengan BTA(+), akan tetapi yang aktif berobat hanya 33 penderita. Berdasarkan kebijakan UPTD Puskesmas Rawamerta Drop Out (DO) ≤ 4 penderita sedangkan dari data yang tercatat ≥ 4 yang Drop Out atau sekitar 21 penderita.
Melihat permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judulHubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga Terhadap Motivasi Penderita TBC Paru Untuk Berobat Ulang ke Puskesmas Rawamerta Tahun 2013

B.            Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada tabel 1.2 jumlah penderita TB yang berobat peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut, Adakah Hubungan Pengetahuan dan Dukungan keluarga terhadap Motivasi Penderita TB Paru untuk berobat ulang ke Puskesmas Rawamerta tahun 2013.

C.            Tujuan Penelitian

1.             Tujuan Umum
Mengetahui hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga terhadap Motivasi Penderita TB untuk Berobat ulang ke Puskesmas Rawemerta tahun 2013
2.             Tujuan Khusus
a.             Mengetahui hubungan pengetahuan dengan motivasi penderita TBC untuk berobat ulang ke Puskesmas Rawamerta tahun 2013
b.             Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan motivasi penderita TBC untuk berobat ulang ke Puskesmas Rawamerta tahun 2013

D.           Manfaat Penelitian

1.             Manfaat Teoritis
a.             Manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan baru bagi perawat profesional masa depan mengenai ilmu dan teori yang menjelaskan tentang metode alternatif yang dapat digunakan dalam program pemberantasan penyakit TBC Paru. Disamping itu sebagai landasan ilmiah pengembangan metode program TBC Paru di wilayah kerja Puskesmas Rawamerta khususnya dan Kabupaten Karawang pada umumnya.
b.             Manfaat bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan literatur untuk penelitian bagi calon peneliti selanjutnya mengenai masalah yang berkaitan dengan program pemberantasan penyakit TBC Paru khususnya di wilayah kerja Puskesmas Rawamerta umumnya di Kabupaten Karawang.

2.             Manfaat Praktis
a.             Manfaat bagi praktisi keperawatan
Mendapat informasi mengenai keberhasilan program pengobatan penderita TBC Paru khususnya di wilayah kerja Puskesmas Rawamerta Kabupaten Karawang.
b.             Manfaat bagi Puskesmas Rawamerta
1)             Memberikan masukan bagi Puskesmas sehingga dapat dijadikan acuan dalam program pemberantasan penyakit TBC Paru di wilayah kerjanya.
2)             Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi Puskesmas Rawamerta khususnya dalam membuat kebijakan mengenai upaya penanganan dan pemberantasan penyakit TBC Paru.


No comments:

Post a Comment